Selasa, 30 November 2010

Masalah Utama Sulitnya Mendapatkan Pekerjaan

Ketika sudah bicara mencari pekerjaan, sepertinya tidak ada kesimpulan yang “wah” atau “TOP BGT”. Sebagian besar kita punya kesimpulan yang “aduuuh”. Hanya sedikit dari sekian ribu angkatan kerja pertahun yang punya kesimpulan “keren banget, TOP BGT”. Sampai-sampai ada guyonan banyak yang ijazahnya terbakar karena saking seringnya di-fotocopy untuk urusan melamar kerja, hi…hi…hi…
Saking sulitnya mencari kerja, hingga tidak sedikit yang akhirnya menyimpulkan bahwa mencari kerja ini adalah urusan nasib. Nasib di sini maksudnya adalah sebuah wilayah yang tak terjamahkan oleh prediksi. Mengapa pekerjaan itu sedemikian sulit ditemukan di negeri sendiri?  Kalau melihat ke lapangan, ada sedikitnya dua hal yang perlu disadari:
1. Faktor eksternal.
Untuk mendapatkan pekerjaan yang “asal kerja” saja ini memang sulit, apalagi yang benar-benar sesuai dengan background pendidikan. Ini lebih sulit lagi.  Sejumlah kesulitan itu disebabkan, antara lain:
a. Kondisi ekonomi secara makro sampai ke mikro,
b. Ketidakseimbangan pertumbuhan antara peluang kerja baru untuk lulusan baru dan jumlah lulusan baru (berlaku untuk daerah tertentu atau bidang tertentu),
c. Tingginya persyaratan yang ditetapkan perusahaan untuk tenaga baru,
d. Tingginya biaya kerja ke luar negeri bagi yang punya keinginan ke sana,
e. Jauhnya link-match antara yang diberikan lembaga pendidikan (supplier) dan yang diminta industri (demander),
f. Adanya KKN formal dan non-formal yang belum bisa dibersihkan secara tuntas dalam birokrasi swasta atau pemerintah untuk urusan penerimaan tenaga baru,
g. Model persaingan yang tidak jelas sebagai akibat dari pemerataan pembangunan yang belum optimal dilakukan pemerintah,
h. Lemahnya niat baik para pemilik peluang untuk menolong para pekerja baru (aturan normatif) atas nama sesama bangsa sendiri,
i. Dan lain-lain dan seterusnya.
2. Faktor internal
Karena menghadapi kesulitan yang saking sulitnya dijabarkan dengan kata-kata dan logika itu, maka tak sedikit dari kita yang  terungkap dalam kata-kata,  misalnya: saya sudah frustasi, saya sudah putus asa, saya sudah tidak mau lagi ngelamar-ngalamar kerja karena hasilnya sama saja, dan lain-lain.
Sadar atau tidak sadar, sebetulnya inilah masalah yang ada di dalam diri kita. Artinya, jika kita ternyata belum mendapatkan pekerjaan sampai hari ini padahal kita sudah lama diwisuda,  maka yang ikut andil untuk menciptakan keadaan semacam ini bukan saja sulitnya mencari kerja di negeri sendiri, tetapi juga karena kita sudah malas-malasan, frustasi, sudah putus asa, dan semisalnya.
Kalau dijelaskan dengan logika perjuangan, maka masalah yang kedua ini yang lebih berbahaya. Kenapa? Sesulit apapun persoalan mencari kerja ini, namun kalau kita tetap mencari dengan kegigihan dan kemauan keras, maka (menurut “Teori Tuhannya”), kita PASTI  akan mendapatkan pekerjaan. Soal ini cocok atau tidak menurut versi kita, soal itu kapan dan dimana, ini soal teknis orang hidup. Kita dituntut untuk pandai-pandai mempertimbangkannya.
Tetapi akan berbeda halnya ketika kita sudah tahu sedang menghadapi keadaan eksternal yang sulit ditambah lagi dengan respon (cara menghadapi) yang negatif. Bisa kita bayangkan sendiri. Keadaan eksternal yang mudah saja akan menjadi tidak mudah apabila  ditanggapi secara negatif, apalagi  keadaan yang sulit dihadapi dengan respon yang negatif. Sulitnya berlipat ganda, tentu.
Selain ada masalah mentalitas, masalah yang kerap muncul juga adalah soal keahlian teknis atau keahlian kerja. Keahlian kerja adalah jenis ilmu pengetahuan khusus yang bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan di tempat kerja. Kalau kita hanya tahu akunting dari teori-teorinya, belum tentu ini bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan di tempat kerja. Dunia kerja menuntut penguasaan teori dan praktek. Soal kadarnya berapa, ini yang akan berbicara nanti proses.
Dari berbagai kasus di lapangan menunjukkan bahwa rendahnya penguasaan teknis (keahlian kerja) yang dimiliki oleh angkatan kerja baru, ini tak hanya mempersulit calon pencari kerja saja, tetapi juga ikut mempersulit perusahaan pencari tenaga kerja (pemilik peluang). Sampai-sampai ada ungkapan: kalau sekedar ingin mencari orang yang mau kerja atau ingin kerja, ini jumlahnya berlebih. Tapi untuk mendapatkan orang yang mau dan mampu bekerja, ini jumlahnya selalu kurang. Karena itu, tak sedikit dari pemilik peluang yang berinisiatif untuk iklan meski harus bayar mahal. > loker 
Ini semua sebetulnya adalah masalah sudah kita ketahui. Mencari pekerjaan memang sulit. Karena itu, dibutuhkan usaha yang serius supaya bisa mendapatkannya. Cuma memang yang lebih sering terjadi, pengetahuan kita tentang sulitnya mencari pekerjaan itu kurang kita gunakan untuk mendorong kesadaran untuk menciptakan penyiasatan-penyiasatan yang kreatif guna mempercepat proses mendapatkan pekerjaan. > kerja lowongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar